Optimalisasi Lahan Rawa, Cara Mentan Perangi Kemiskinan
Barito Kuala - Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, menyebut bila kebijakan optimalisasi lahan rawa lebak dan pasang surut sanggup jadi solusi efektif mengentaskan kemiskinan. Menurut dia, permasalahannya ialah selama ini keduanya tak maksimal diberdayakan sebagai lahan produktif dan sumber pendapatan.
"Enggak ada alasan orang Kalimantan miskin dan menganggur. Kami tiba untuk membunuh kemiskinan dan pengangguran itu," ujar Amran dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/4/2018).
Hal itu disampaikannya dikala meninjau lokasi optimalisasi lahan rawa lebak di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Mandas Tana, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Kamis (5/4/2018).
Lanjut Amran, kementeriannya mencanangkan optimalisasi satu juta hektare lahan rawa lebak dan pasang-surut di sembilan provinsi. Di antaranya, Riau, Kalimantan Tenggara, Sumatera Selatan, Kalsel, Jambi, Papua, serta Kalimantan Tengah.
Untuk Kalimantan Selatan, optimalisasi dilakukan di atas lahan seluas 67 ribu hektar. Untuk pengerjaannya, Kementan menyerahkan proteksi 40 unit ekskavator berbobot 20 ton, di mana setiap alat berat harganya Rp 2 miliar.
Kementan juga akan mendistribusikan mesin pompa berdaya 200 hektar, selain pupuk dan benih. Sedangkan kebutuhan lain, dibebankan ke Pemerintah Provinsi Kalsel dan Pemerintah Kabupaten Barito Kuala. Adapun biaya optimalisasi lahan rawa lebak berkisar Rp 3 juta per hektare dan Rp 4 juta per hektar untuk pasang-surut.
"Ini taktik ekonomis anggaran. Dulu anggaran Rp16 juta- Rp 20 juta per hektar," terperinci Amran.
Baca juga: Ke Sumsel, Mentan Panen Padi di Lahan Rawa |
Sebelum optimalisasi lahan rawa lebak dan pasang-surut, Kementan mencanangkan cetak sawah melalui tanah menganggur untuk menggenjot luas tambah tanam (LTT). Biayanya sekira Rp 16 juta per hektar.
Amran menaksir, optimalisasi rawa bakal menghasilkan pundi hingga Rp 60 triliun. Perhitungannya, indeks pertanaman mencapai tiga kali dalam setahun (IP-3) pada satu juta hektare lahan tersebut.
Menteri asal Bone Sulawesi Selatan ini optimis, produktivitas kedua jenis lahan sub optimal tersebut mencapai 6-7 ton per hektare. Ini, merujuk proyek percontohan di Ogan Ilir, Sumsel, di mana produktivitas mula-mula 2-3 ton per hektar, menjadi 7 ton per hektar dikala isu terkini tanam ketiga.
Di sisi lain, optimalisasi lahan rawa ini juga bertujuan menjaga kedaulatan pangan hingga 100 tahun ke depan. "Kita harus siapkan makanannya dari sekarang. Kita enggak boleh main-main di sektor pangan," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Bupati Barito Kuala, Noormiliyani AS, berharap, program-program agraria pemerintah sentra tak sekadar di Desa Jejangkit Muara. Apalagi, ungkap mantan Ketua DPRD Kalsel ini, antusias masyarakat cukup tinggi. Tak heran optimalisasi lahan rawa di Desa Jejangkit Muara mencapai 750 hektare.
"Karena Barito Kuala kawasan pertanian. Tadinya 400 hektar," ungkap dia.
Sedangkan Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor, menilai butuh sinergisitas segenap elemen untuk mengoptimasi lahan rawa. Mengingat Indonesia merupakan negara agraris, menurutnya, semua pihak harus serius mengerjakannya, sehingga kedaulatan pangan terjaga
"Kalau Pak Menteri sudah alatnya, berarti solarnya dari Ibu Bupati. Kita negeri agraris, tapi beli beras di luar negeri. Ini momok dalam rangka menuju masyarakat sejahtera," ujar Sahbirin.
"Kita akan menyatu dengan alam. Kita ubah dan hasilkan sesuai (harapan) rakyat Jejangkit. Kita ingin menjadi negeri berdikari, khususnya perkara pertanian," pungkasnya. Sumber detik.com
Comments
Post a Comment