Kementan Prediksi Panen Raya Capai 2,25 Juta Hektare
Jakarta - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi mengatakan, puncak panen raya pada Maret mencapai 2,25 juta hektare (ha). Beras panen raya di Jawa Tengah dan Jawa Timur sekarang sudah mulai masuk pasar lokal dan pasar antar provinsi.
"Untuk diketahui panen pada Februari ini di Jawa Tengah seluas 335 ribu ha dan di Jawa Timur 235 ribu ha. Secara nasional total panen Februari 1,65 juta ha dan puncak panen raya pada Maret mencapai 2,25 juta ha," ujar Suwandi, dalam keterangan tertulis dari Kementan, Selasa (13/2/2018).
Menurut Suwandi, ketika ini Tim Serap Gabah Petani (Sergap) bersama Bulog gencar menyerap gabah petani biar harga tidak jatuh. Gudang-gudang Bulog akan diisi dari beras petani dengan sasaran minimal 2,2 juta ton pada panen raya.
Sementara itu, berdasarkan informasi dari Kementan, Direktur Foot Station, Arief Prasetyo menyampaikan ketika ini stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) masih memakai beras lokal. Beras impor ketika ini belum masuk ke Cipinang.
Arief berharap, panen ketika ini berjalan lancar. "Saya sudah melihat panen di Demak, Kudus, Karanganyar, Pablengan. Bahkan semua Jawa Tengah sedang panen, memang hasil panenannya lebih banyak mengisi gudang kawasan setempat," kata Arief.
Data dari Kementan, Senin (12/2/2018) beras masuk ke Cipinang 5.000 ton yang sebelumnya 1000 ton. Itu artinya berangsur ada peningkatan.
Sebelumnya Eks Menteri Pertanian Bungaran Saragih angkat bicara mengenai anjloknya harga gabah petani yang belum sebanding dengan penurunan harga beras di pasaran. Padahal, beras impor 500 ribu ton dari negara tetangga belum masuk.
"Kan (problem harga) ini dipengaruhi dua kekuatan. Pertama, kekuatan dampak impor beras yang sudah mau dan akan masuk. Kedua, dampak dari panen raya. Kaprikornus kala panen naik dan impor masuk, harga beras dan padi (gabah) turun. Kaprikornus ini soal timing saja," kata Bungaran.
Namun yang menjadi problem, kata dia, yang dijual petani ini kebanyakan yakni gabah, bukan beras. Sehingga ketika terjadi panen raya yakni ketika produksi meningkat, sementara impor belum sepenuhnya masuk, menjadi dalih pedagang atau perusahaan penggilingan padi belum mau buru-buru beli gabah petani dan tetap mempertahankan stoknya yang masih ada. Apalagi gabah ini termasuk komoditas pertanian yang dapat bertahan cukup lama.
"Namanya pedagang kan niscaya hitung untung rugi. Makanya kita jangan andalkan pedagang tapi pemerintah pemerintah masuk ke dalamnya. Bulog ini walau sendirian dengan stok di bawah 10 persen saja bersama-sama sudah dapat kuat ke harga," katanya.
Cara pedagang yang menunggu timing ini pula, yang menurutnya, menjadi penyebab gabah anjlok. Sementara di sisi lain harga beras penurunannya tidak terlalu signifikan.
"Gabah ini juga kan tidak pribadi masuk ke konsumen, harus diubah dulu jadi beras, kemudian dibawa ke kota. Nah ini kan butuh waktu. Belum jadi suplai di level konsumen, (tapi) impornya sudah mau masuk. Tapi nanti ini pengaruhnya di petani. Gabah turun, harga beras turun, jikalau panen sudah tepat dan impor sudah masuk. Kaprikornus soal timing saja di mana kecenderungannya nanti akan merugikan petani," katanya.
Menanggapi belum maksimalnya beras yang masuk ke PIBC, pedagang beras Pasar Cipinang, Billy menilai belum stabilnya pasokan beras ke Cipinang lebih dikarenakan daerah-daerah yang panen raya karena mengisi pasar sendiri terlebih dulu.
"Inikan untuk isi kawasan sendiri. Misal Kabupaten Sragen, tempat saya. Itu untuk isi pasar Solo sekitarnya. Panen rayanya juga inikan nanti masuk akhir-akhir Februari dan awal Maret ini. Tapi mudah-mudahan cuaca bagus. Jenuh juga kita harga tinggi terus. Modal gede untung kecil. Tiap hari juga satgas ngecek gudang-gudang kita," kata Billy. Sumber detik.com
Comments
Post a Comment